Kumano Nachi Taisha: Kuil Estetis Lambang Toleransi

HaloJepang! Edisi Maret 2015
HaloJepang! Edisi Maret 2015

Kuil Kumano Nachi Taisha di semenanjung Kii, Prefektur Wakayama, sungguh eksotis. Tempat suci agama Shinto, kepercayaan asli bangsa Jepang, berada di puncak bukit yang berhawa dingin, berdekatan dengan air terjun Nachi setinggi 133 meter. Juga bersebelahan dengan tempat suci agama Budha Nachisan Seigantoji Temple. Kuil dan vihara di wilayah Kumano ini melambangkan toleransi beragama di Negeri Sakrura sudah terbina sejak ratusan tahun silam.

Kumano terletak 100 km di sebelah selatan Osaka, kota terbesar kedua di Jepang. Wilayah ini dikenal sebagai daerah suci. Terdapat tiga kuil ternama yang disebut Kumano Sanzan, yakni Hongu Taisha, Nachi Taisha dan Hayatama Taisha. Tiap tahun, masyarakat Jepang melakukan perjalanan suci (ziarah) ke kuil-kuil tersebut.

Rute ziarah yang disebut Kumano Kodo adalah jalur yang dilewati oleh kaisar dan tentara Jepang sejak masa kekuasaan Heian (794-1192). Jalur ini melintasi hutan dan perkebunan, desa dan kota-kota kecil yang membentang di wilayah Kansai. Di tengah perjalanan, pelancong bisa berendam di pemandian air panas atau menikmati kuliner khas Jepang.

Kumano Kodo mempunyai lima jalur utama: Nakahechi (Tenabe-Hongu Taisha), Ohechi (Shirahama-Nachi Taisha), Iseji (Ise-Hayatama Taisha), Kohechi (Koya-Hongu Taisha), serta Omine Okugake (Yoshino-Hongu Taisha). Jalur tersebut berangkat dari tempat berbeda di Prefektur Wakayama, Prefektur Nara, dan Prefektur Mie. Di setiap terminal bis, disediakan tongkat bambu yang bisa digunakan oleh pelancong untuk membantu dalam perjalanan. Kumano Nachi Taisha dan Kumano Kodo masuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO, 7 Juli 2004.

Melintasi Kumano Kodo memerlukan waktu lebih dari sehari. Juga stamina super prima, apalagi jika ke sana saat musim salju tiba. Untuk menyingkat waktu dan tenaga, pelancong bisa memilih jalan pintas melalui jalur Daimon-zaka. Hanya berjarak 650 meter dengan 267 anak tangga menuju Kumano Nachi Taisha. Pelancong tetap bisa menikmati keindahan pegunungan dengan pepohonan dan bambu-bambu besar yang eksotis. Apabila jalur ini masih terasa berat, pelancong bisa naik bis menuju Kumano Nachi Taisha. Meski dekat, jalanan menuju kuil berkelok-kelok sehingga hanya mobil kecil yang diizinkan naik ke jinja.

Membeli Omamori

Kumano Nachi Taisha dibangun tahun 317 pada masa Kaisar Nintoku. Kuil ini beberapa kali direnovasi, mulai zaman Tensho (1580), Shogun Tokugawa (1730), Syowa (1935), serta Showa (1983). Nachi Taisha mempunyai dua jinja utama, yaitu air terjun Nachi yang disebut Hiro Gongen dan bangunan di dekat air terjun yang dikenal dengan nama Kumano Nachi Gongen.

Walau Nachi Taisha adalah tempat suci, setiap pengunjung diizinkan masuk tanpa pantangan apa pun. Usai melintasi Torii, pintu gerbang kuil yang terdiri dari dua tonggak berwarna jingga, orang Jepang akan membasuh kedua tangannya dan berkumur di pancuran yang ada di dekat Torii. Ini bukan kewajiban. Jika pelancong malas menyentuh air gunung yang dingin, ritual ini bisa dilewatkan.

Usai membasuh tangan, pengunjung biasanya membeli Ofuda dan Omamori di samping kuil (jinja). Ofuda adalah kertas yang diyakini memiliki perlindungan dari Shinto dan diletakkan di Kamidana (replika jinja) yang ada di dalam rumah. Sedangkan Omamori adalah jimat untuk kepentingan pribadi. Ofuda dan Omamuri lama disucikan lalu dibakar di wadah bundar di depan jinja. Membakar Omamori yang sudah lama merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap Shinto yang telah melindungi seseorang sepanjang tahun. Setelah itu, pengunjung masuk ke dalam altar. Mencangkupkan kedua tangannya di depan dada dan berdoa. Ada pula yang membungkuk, kemudian menggoyangkan tali menjuntai yang ada di altar tersebut.

Berkunjung ke kuil tak bisa lepas dari Omamori. Jimat khas Jepang ini dijual di dekat jinja. Pembelinya bukan hanya orang Jepang yang mengharapkan perlindungan dari Shinto. Pelancong juga membeli Omamori sebagai souvenir. Beberapa Omamori yang dijual, antara lain: kanai anzen (jimat keberuntungan untuk kesehatan), koutsu anzen (jimat pelindung untuk pengemudi atau orang yang bepergian dengan kendaraan agar terhindar dari kecelakaan), enmusubi (jimat bagi para kekasih agar cinta mereka bertahan lama), anzan (jimat untuk para ibu hamil agar melahirkan dengan selamat), gakugyoujoju (jimat untuk pelajar agar berhasil dalam studi), dan shobaihanjo (jimat keberuntungan dalam melakukan bisnis). Kini, tampilan Omamori kian menarik dengan tokoh-tokoh kartun seperti Hello Kitty atau Doraemon.

Berdampingan dengan Vihara

Di sebelah Kumano Nachi Taishi berdiri Nachisan Seigantoji Temple. Tempat suci agama Budha ini dibangun pada abad keempat di era Kaisar Nintoku (313-399). Seigantoji adalah candi tertua di wilayah Kumano. Saat itu, pendeta Budha asal India yang bernama Ragyo melihat kemolekan air terjun Nachi yang memiliki tiga air terjun, masing-masing setinggi 133 meter, 13 meter dan 10 meter. Lalu dia membagun padepokan di dekat air terjun. Inilah bangunan asli dari Nachisan Seigantoji Temple. Sayang, bangunan asli vihara rusak ketika terjadi perang sipil yang dimotori oleh Oda Nobunaga. Kemudian vihara direnovasi tahun 1590 oleh Toyotomi Hideyoshi. Renovasi berikutnya dilakukan tahun 1972.

Berdirinya vihara yang bersebelahan dengan kuil Shinto di wilayah Kumano menunjukkan bahwa toleransi beragama di Jepang sudah terbina sejak ratusan tahun silam. Shinto adalah campuran dari ritual, mitos, kepercayaan, teknik ramalan, dan adat istiadat yang berakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Pada awalnya, keyakinan ini tak punya nama. Namun sejak munculnya agama Budha di Jepang pada abad keenam, keyakinan tersebut kemudian disebut Shinto (yang berarti jalan para dewa).

Dari abad keenam sampai abad kedelapan , Shinto dan Budha hidup berdampingan secara damai. Shinto banyak menyerap ajaran Budha, terutama yang berkaitan dengan upacara pemakaman. Maklum, Shinto tidak memiliki upacara untuk pemakaman seseorang. Meski Shinto sempat dijadikan agama resmi di Jepang pada 1868, akan tetapi saat ini pemerintah memberikan kebebasan kepada warganya untuk memilih agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. (*)

Nachi: Air Terjun Suci

Air Terjun Nachi yang berada di Nachikatsuura, Prefektur Wakayama, adalah salah satu air terjun yang termashur di Jepang. Dengan ketinggian mencapai 133 meter, Nachi adalah air terjun tunggal tertinggi di Negeri Sakura.

Di bagian atas air terjun terdapat dua batu besar yang diyakini menjadi pelindung bagi masyarakat. Tiap pagi, pendeta Shinto maupun Budha melakukan ritual di bawah air terjun nan memesona ini.

Sebagai tempat suci, pelancong tidak diizinkan memasuki area air terjun. Pelancong hanya diperbolehkan mendekati air terjun dari lokasi yang sudah ditentukan. Tidak boleh menyentuh air suci yang mengalir di balik bebatuan. (*)

Station Master

NITAMA CAT MASTER K1Kishi Station Master (Wakayama Prefecture, Japan) is Tama, a calico cat. Wakayama Electric Railway promoted Tama as a Station Master on January 5th 2007. Tama is the first cat in private railway companies who became a Station Cat. Exactly on the fifth anniversary as a Station Master, Tama was given an assistant. A calico named Nitama. Tama career’s dashed because she can make the number of foreign tourists who come to Wakayama doubled.  In 2014, traveler number in 14 stations at Kishigawa Line increased more than 240%.

Travelers who come to Kishi Station aren’t just coming to see Tama, but also happy to ride Tama Train. This train are favored by the visitors, especially the children’s because the design, attractive both of interior and exterior. All corner is full by cat theme like sofa, wall neither ceiling of the train. There is a cat cage made from wood inside the train, and a library filled with children’s books and manga.

Versi Bahasa Indonesia

Kepala Stasiun

Kepala Stasiun Kishi, Prefektur Wakayama, Jepang adalah Tama, seekor kucing betina. Wakayama Electric Railway mengangkat Tama sebagai kepala stasiun pada 5 Januari 2007. Tama adalah kucing pertama di dunia yang menjadi kepala stasiun. Tepat di ulang tahun kelima sebagai kepala stasiun, Tama diberi asisten. Seekor kucing betina bernama Nitama. Karir Tama melesat karena mampu melipatgandakan jumlah turis asing yang berkunjung ke Wakayama. Tahun 2014, jumlah pelancong di 14 stasiun di Kishigawa Line naik lebih dari 240%.

Pelancong yang datang ke Stasiun Kishi bukan sekedar ingin melihat Tama, tetapi juga senang naik Tama Densha. Kereta api ini digemari pengunjung, terutama anak-anak karena desain, baik eksterior maupun interior yang menarik.  Semua bertemakan kucing baik sofa, dinding mapun langit-langit kereta. Di dalam kereta terdapat kandang kucing dari kayu serta perpustakaan yang berisi buku anak-anak serta manga.

Mengemas Cerita, Mendongkrak Wisatawan

NITAMA CAT MASTERCara Jepang untuk meningkatkan jumlah pengunjung ke negaranya patut ditiru. Dengan mengangkat seekor kucing menjadi kepala stasiun kereta api, jumlah pelancong, baik domestik maupun pengunjung asing, melonjak tajam.

Kucing itu bernama Tama (kepala stasiun Kishi) dan Nitama (kepala stasiun Idakiso) di Prefektur Wakayama, Jepang. Menurut informasi, saat akan dibangun stasiun, di daerah itu ada seorang yang memelihara banyak kucing. Dia keberatan dengan pembangunan stasiun karena kasihan dengan nasib kucing-kucing itu.

KISHI STATIONMelalui negosiasi, akhirnya disepakati, pembangunan stasiun tetap berjalan sesuai rencana. Kucing diakomodir dengan menjadi kepala stasiun, yang bekerja layaknya manusia. Tentu juga mendapatkan gaji. Ternyata, ide tersebut menjadi kunci dari pemda setempat untuk ‘menjual’ cerita kepada pengunjung.

TAMA TRAIN K2Tama dan Nitama menjadi kucing pertama di dunia yang menjadi kepala stasiun kereta api. Banyak pengunjung yang datang karena terpikat dengan cerita tersebut. Padahal, apa yang dikerjakan Tama dan Nitama di dalam kandangnya? Apakah dia bisa memantau perjalanan kereta api Ichigo (Strawberry), kereta api Omocha (Mainan) dan kereta api Tama (Kucing) yang melewati rute KRL Kishigawa? Tentu tidak! Namun, keunikan itu memiliki nilai jual kepada wisatawan. Mereka ingin melihat kucing yang menjadi kepala stasiun.

TAMA TRAIN KYang perlu diingat, selain ‘menjual’ cerita, infrastruktur di sana juga mendukung cerita tersebut. Kereta Tama, bermotif kucing semua dari tempat duduk, lantai, langit-langit hingga eksterior. Bahkan Tama cafe yang ada di stasiun Kishi, baik interior maupun eksterior menggunakan tema kucing.

TAMA TRAIN K3Ide kreatif yang patut kita tiru, terutama untuk menarik wisatawan. Ingat, tahun 2014, jumlah turis di Jepang mencapai 13 juta. Jumlah tertinggi dalam sejarah Negeri Sakura. (foto: Joko Harismoyo)